Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Teorinya mengenai Operant Conditioning (Boeree, 2005) atau disebut juga Operant Reinforcement Theory (Hall & Lindzey, 1993). Kedua mengacu pada hal yang sama, yakni tentang perkuatan operan atau pengkondisian operan.
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Skiner memusatkan diri pada perilaku yan dapat diubah, sebab ia kurang tertarik pada ciri-ciri tingkah laku yang tampaknya relatif tetap. Lingkungan dapat diubah untuk menghasilkan pola-pola perilaku yang berbeda, akan tetapi tidak semua faktor yang menentukan perilaku ada dalam lingkungan (Hall & Lindzey, 1993). Misalnya saja pada anak kembar identik yang diasuh oleh orang tua yang berbeda, tentunya akan menghasilkan pola perilaku yang berbeda pula. Sebaliknya, dua anak asuh (dari dua orang tua yang berbeda) ketika diasuh oleh orang tua yang sama, juga akan menghasilkan perilaku yang berbeda. Sebab kedua anak ini mempunya faktor genetik yang berbeda, sehingga meski lingkungan berpengaruh, tetapi bukan satu-satunya faktor utama pembentuk perilaku.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Skiner mengakui bahwa seseorang tidak selalu memperlihatkan tingkah laku yang sama, dengan kadar yang sama, meskipun berada dalam suatu situasi yang tetap (Hall & Lindzey, 1993). Tingkah laku cenderung berubah-ubah dalam beberapa situasi, karena adanya beberapa faktor internal dalam diri individu. Sebagai contoh misalnya perilaku makan. Meskipun pada beberapa individu dihadapkan makanan yang sama, tetapi mereka meresponya dengan berbeda. Ada yang menyantap makanan dengan sangat lahapnya, ada yang makan secukupnya, bahkan ada pula yang tidak makan sama sekali. Faktor apa yang menyebabkan perbedaan ini? Tingkat kelaparan? Seberapa besar rasa lapar seseorang, memang merupakan faktor internal yang ada dalam diri individu yang menyebabkan adanya perbedaan tingkah laku dalam merespon makanan. Namun menurut Skinner, faktor internal ini bukan satu-satunya hal yang menyebabkan adanya perbedaan tingkah laku (Alwisol, 2007). Misalnya faktor lingkungan yang lain, perut kosong karena lama tidak diisi, atau hal-hal lain yang sumbernya dari lingkungan.
Skinner tidak membedakan secara sungguh-sungguh antara dorongan-dorongan dan emosi-emosi, dan ia menggunakan serta membenarkan penggunaan kedua istilah itu dengan cara yang sama (Hall & Lindzey, 1993). Sebagai contoh ketika kita mengatakan teman kita marah. Apakah kita mengatakan ia marah karena kita dapat memahami gejolak hatinya, kadar hormonal yang meningkat dari tubuhnya? Saya pikir tidak. Kita menilai teman kita marah sebab kita melihat rona mukanya yang merah, nada bicaranya lebih tinggi, matanya mulai memerah dan terlihat lebih lebar, perilakunya lebih agresif. Hal-hal inilah yang kemudian kita amati dan kita ambil sebuah kesimpulan bahwa teman kita sedang marah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, meskipun ada faktor internal yang mempengaruhi perilaku, akan tetapi orang lain yang berada di luar individu tidak dapat menangkap hal ini. Pengamat hanya mampu menilai berdasarkan perilaku yang nampak sebagai akibat dari faktor internal.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Sebagian besar teorinya tentang perubahan tingkah laku, belajar, dan modifikasi tingkah laku. Kepribadian akan tumbuh dari tinjauan tentang perkembangan tingkah laku manusia yang berinteraksi terus menerus dengan lingkungan.
Skinner menyatakan bahwa kepribadian adalah kumpulan pola tingkah laku, dan perkembangan kepribadian tak lain adalah perkembangan pola-pola tingkah laku itu (Hall & Lindzey, 1993).
Pola-pola tingkah laku dapat berkembang dengan adanya penguatan. Skinner menggunakan istilah Operan yang berarti respon yang beroperasi pada lingkungan dan mengubahnya. Sebagai contoh pada pengkondisian klasik Pavlov, saat membentuk perilaku seorang anak terhadap permen. Setiap kali anak meminta permen, maka kita akan berikan permen kepadanya. Dari sini anak akan belajar bahwa dengan kata “minta permen” maka ia akan mendapatkan permen. Tetapi, kita dapat langsung menghapus perilaku ini dengan tidak memberinya permen ketika ia meminta. Maka bisa jadi ia akan belajar bahwa kata “minta permen” sudah tidak lagi menghasilkan permen, sehingga ketika ia menginginkan permen itu mungkin akan belajar membuat perilaku lain misalnya menangis.
Bentuk lain untuk menghapus perilaku meminta permen di atas dapat berupa stimulus penghukum (punishing stimulus) yang biasa disebut stimulus aversif. Stimulus ini bila terjadi setelah berlangsungnya sebuah respon operan, akan mengurangi kemungkinan terjadinya respon tersebut di masa mendatang. Misalnya, setiap kali anak itu meminta permen, maka kita akan memukulnya. Hal ini tentu akan menghentikan perilaku anak meminta permen. Stimulus aversif ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan terbentuknya fobia.
Perilaku telah terbentuk oleh pengkondisian klasik, lalu apakah perilaku ini akan bertahan lama? Jawabannya tergantung pada pemerkuat dapat terus menerus diberikan atau tidak. Ketika setelah terbentuknya perilaku, diberikan pula penguat perilaku (reinforcer), maka frekuensi respon dapat ditingkatkan (Hall & Lindzey, 1993). Sebagai contoh dalam percobaan Skinner ketika burung dikondisikan mematuk piringan dan keluar makanan, maka ia belajar bahwa dengan mematuk akan menghasilkan makanan. Semakin sering ia mematuk, maka semakin banyak lah makanan yang dihasilkan. Prinsip inilah yang digunakan untuk menyebut penguatan (reinforcement) yang bertujuan untuk meningkatkan frekuensi perilaku.
Dalam manipulasi tingkah laku, yang penting bukan hanya wujud dari penguatnya, tetapi juga bagaimana pengaturan pemberiannya (Alwisol, 2007). Misalnya apakah penguatan diberikan setiap kali bel berbunyi (continous reinforcement), dalam interval yang tetap (fixed interval) atau berubah (variable interval), termasuk jumlah yang diberikan.
PSIKOPATOLOGIS
Terbentuknya gangguan psikologis menurut pendekatan ini karena proses belajar yang salah, entah karena kurangnya mendapat penguatan positif, reward, atau punishmen.
Sebagai contoh pada perilaku anak yang selalu menangis ketika menginginkan sesuatu dari orang tuanya. Awalnya ketika ia merengek minta dibelikan mainan atau hal apa saja yang ia sukai, orang tua tidak memenuhi. Namun saat ia tanpa sengaja menangis, maka orang tua mengabulkannya. Awalnya anak belajar dari hal ini. Lalu di kesempatan lain ia mencoba dan orang tua juga melakukan hal yang sama, sehingga anak belajar bahwa setiap kali ingin sesuatu ia akan menangis. Perilaku menangis diperkuat oleh penguat positif berupa hadiah, yakni dikabulkannya permintaan. Juga menghindari penguat negatif, yakni rasa kecewa atau tidak nyaman ketika keinginan tidak dikabulkan.
Contoh lain adalah perilaku mengganggu teman di kelas. Saat seorang anak yang mendapat label “nakal” dari guru, dengan indikasi perilaku suka mengganggu teman, selalu lari kesana kemari saat pelajaran, tidak pernah selesai membuat tugas yang diberikan guru, selalu ditegur oleh guru kelasnya. Anak ini tentunya lebih dikenal di kalangan guru juga seluruh teman sekelasnya, juga mendapat perhatian ekstra dari semua guru yang masuk ke kelas. Bentuk perhatian ini secara tidak disadari membuat perilaku “nakal” si anak tetap bertahan, bahkan menjadi lebih parah.
BEBERAPA ISTILAH
Reinforcement, berupa perubahan pada lingkungan yang meningkatkan frekuensi dari perilaku yang sebelumnya.
Positif Reinforcer, meningkatkan frekuensi perilaku apabila reinfocer positif tersebut ditampilkan. Ex: Makanan, uang, dukungan sosial.
Negatif Reinforcer, meningkatkan frekuensi perilaku apabila reinforcer negatif tersebut dihilangkan. Perilaku akan meningkat karena seseorang menghindari negatif reinforcer. Ex: Rasa takut, rasa sakit, rasa tidak nyaman.
Reward, stimulus yang menyenangkan yang meningkatkan frekuensi perilaku, sehingga menjadi salah satu jenis reinforcement.
Punishment, merupakan stimulus menyakitkan yang mengurangi atau menekan frekuensi perilaku yang telah terbentuk apabila hadir.
Hukuman dapat menekan perilaku pada saat itu, tetapi apabila hukuman tidak ada, maka perilaku akan muncul kembali. Hukuman juga dapat membuat seseorang menarik diri dari suatu situasi belajar tertentu. Ex: anak yang dihukum di kelas, mungkin keesokan harinya akan tidak masuk kelas, berhenti bersekolah, atau melarikan diri.
Stimulus aversiv, sesuatu hal yang tidak menyenangkan atau bahkan menyakitkan. Stimulus aversif ini biasanya identik dengan hukuman, tetapi tidak selalu dalam bentuk hukuman, bisa saja sebuah pengalaman trauma atau hal menyakitkan lain.
Modifikasi Perilaku, sebuah teknik terapi behavior yang bertujuan untuk mengubah perilaku. Jika menurut pandangan behavior terjadinya perilaku maladaptif karena proses belajar yang salah, maka untuk memperbaikinya dibutuhkan proses belajar kembali namun kali ini dengan cara yang benar. Beberapa teknik yang dipakai misalnya Token Economic, pemberian stimulus aversif, desensitisasi sistematik.
DISKUSI
Apakah sama reinforcemen positif dengan reward (hadiah), dan reinforcement negatif dengan punishmen (hukuman)?
Kita kembalikan ke konsep reinforcement, yakni segala hal yang dapat memperkuat perilaku. Bentuknya dapat berupa hal yang negatif atau positif. Salah satu bentuk yang positif adalah dengan pemberian hadiah, jadi reward merupakan salah satu bagian dari reinforcement positif. Sedangkan hukuman adalah segala hal yang menyebabkan perilaku itu berkurang, menghilang, atau tidak dilakukan lagi. Padahal reinforcement negatif dapat memperkuat perilaku, hanya saja karena bentuknya negatif maka ia cenderung dihindari. Misalnya meningkatnya perilaku mengunjungi dokter sebab dengan mengunjungi dokter akan terhindar dari penguatan negatif, yakni rasa sakit. Sehingga reinforcement negatif tidak sama dengan hukuman, sebab hukuman dapat mengurangi atau menghilangkan perilaku. Misalnya orang cenderung memakai helm karena menghindari hukuman dari polisi (tilang).
Lebih kuat mana perilaku bertahan karena menghindari hukuman atau karena menghindari reinforcement negatif ?
Perilaku yang didasarkan pada penghindaran hukuman cenderung kembali pada perilaku semula ketika hukuman itu ditiadakan, namun jika perilaku itu lebih karena menghindari penguatan negatif maka cenderung lebih bertahan lama (Nevid, 2003). Sebagai contoh adalah perilaku memakai helm. Jika motivasi seseorang menggunakan helm karena takut ada polisi, maka saat polisi tidak ada ia tidak akan memakai helm. Namun jika motivasi seseorang menggunakan helm karena menghindari penguat negatif yakni kecelakaan, maka hal ini cenderung lebih kuat daripada karena polisi.
REFERENSI
Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Boeree, G. 2005. Personality Theories. Terjemahan: Muzir, dkk. Yogyakarta: Primashopie.
Hall, C & Lindzey, G. 1995. Teori Sifat Behavioristik. Editor : A. Supratiknya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Nevid, dkk. 2003. Psikologi Abnormal. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.